Sabtu, 27 November 2010

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

I.       Tinjauan Umum
Dengan adanya peraturan  pemerintah melalui undang – undang tentang peraturan mendirikan UKM, maka pemerintah memberlakukan masyarakat  untuk menjalankan suatu UKM dengan syarat dan undang-undang yang telah ditetapkan.
Dengan Undang-undang tersebut dan syarat hukum yang berlaku tentang Usaha kecil menengah atau UKM, maka saat ini kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020.
Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya.
Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional. Namun Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas.
Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.

II.      Klasifikasi UKM
Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1.      Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2.      Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
3.      Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4.      Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
III.    Definisi & kriteria Menurut Lembaga dan Negara Asing
Pada prinsipnya definisi dan kriteria UKM di negara-negara asing didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3) jumlah aset. Paparan berikut adalah kriteria-kriteria UKM di negara-negara atau lembaga asing.
I.          World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
♦ Medium Enterprise, dengan kriteria :
1.      Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2.      Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3.      Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
♦ Small Enterprise, dengan kriteria :
♦ Micro Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
•    Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
•    Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
    Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
II.        Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang
saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
III.       Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :
• Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
• Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
IV.      Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
• Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
• Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu
• Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu
• Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu.
IV.      Kemitraan Usaha dan Menengah
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target tercapai.
Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun 1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu : (1).Inti Plasma, (2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan, dan (5).Waralaba.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan kemitraan diantaranya adalah
 (1).meningkatkatnya produktivitas,
 (2).efisiensi,
(3).jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas,
(4).menurunkan resiko kerugian,
(5).memberikan social benefit yang cukup tinggi, dan
(6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.
Kemanfaatan kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.

Kamis, 25 November 2010

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1     Metode Pendekatan
Penelitian ini mengguanakan pendekatan kualitatif. Karena penelitian ini menggunakan data sekunder untuk menganalisis perkembangan dan kriteria dari usaha kecil menengah (UKM).
3.2     Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah termasuk deskriptif - analitis yaitu menggambarkan upaya-upaya perkembangan dari UKM, kendala-kendala yang dihadapi para pengusaha kecil menengah. Bersifat deskriptif, bahwa dengan penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu gambaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis terhadap perkembang UKM di Indonesia.
Dikatakan bersifat analitis, karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari data-data yang dapat dipertanggung jawabkan juga dari gambaran – gambaran yang di dapat dari lapangan. Maka selanjutnya menganalisis secara tepat agar dapat menjawab masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini.
3.3     Metode Pengumpulan Data
beberapa teknik pengumpulan data dan variabel digunakan, diantaranya adalah

1.  Studi Kepustakaan dan Literatur, digunakan untuk mendapatkan data awal tentang data dasar
     Koperasi dan UKM.
2. Wawancara mendalam, yaitu dilakukan untuk memperoleh data dengan meminjam
    keterangan dan penulisan secara langsung kepada pihak yang terkait.
SYARAT HUKUM YANG BERLAKU
Setiap unit usaha mau tidak mau harus berurusan dengan masalah hukum. Hal-hal yang berkaitan dengan hukum sering berkesan menakutkan dan membingungkan bagi pemilik atau pengusaha UKM (Usaha Kecil Menengah). Akibat ketidapahaman tersebut banyak pengusaha UKM (Usaha Kecil Menengah) yang beroperasi tanpa surat ijin resmi, tanpa mengerti bentuk kontrak kerja, hukum perlindungi merek dagang dan lain-lain.
Padahal unit usaha yang beroperasi secara tidak sah justru menjadi salah satu kesulitan atau kendala UKM (Usaha Kecil Menengah) untuk berkembang dan memperluas unit usahanya.
Masalah hukum dalam dunia usaha tidak serumit yang Anda duga jika Anda memahami persyaratan dan prosesnya. Masalah hukum dunia usaha umumnya berkaitan dengan:
• Lisensi dan periijinan usaha;
• Kontrak kerja sama, kontrak sewa tempat, kontrak pembelian, kontrak penjualan, dan kontrak
  usaha lainnya;
• Prosedur pembelian/penjualan unit usaha atau lokasi tempat usaha;
• Pendaftaran Hak cipta, merk dagang, dan kekayaan intelektual lainnya;
• Pengurusan asuransi;
• Perselisihan dengan pemasok, konsumen, mitra kerja, karyawan atau pemilik lokasi;
• Memilih dan menggunakan notaris, pengacara atau Konsultan Hukum.


UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN TENTANG UKM

Berikut ini adalah list beberapa UU dan Peraturan tentang UKM :
1.      UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
2.      PP No. 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan
3.      PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
4.      Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
5.     Keppres No. 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis
        Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan
6.    Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
7.   Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil
       dan Program Bina Lingkungan
8.   Permenneg BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
9.   Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

3.4.    Metode Analisa
Pengembangan instrumen data dasar Usaha Kecil dan Menengah salah satunya dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kondisi dan perkembangan UKM di Indonesia. yang selanjutnya data tersebut diolah untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam rangka pengambilan
keputusan dan penyusunan strategi pengembangan UKM ke depannya. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara diidentifikasi, dikelompokkan, dan disusun berdasarkan masing-masing indikator dan dimensinya agar membentuk suatu alur yang terjalin satu sama lain. Selanjutnya penulisan menggunakan metode deskriptif yaitu metode penyampaian dari hasil analisis dengan memilih data yang menggambarkan keadaan sebenarnya.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1       Pengertian Umum UKM
            Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan usaha yang berdiri sendiri.
Menurut Keputusan Presiden RI nomor 99 tahun 1998, pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Miliar Rupiah),
3. Milik Warga Negara Indonesia,
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar,
5. Berbentuk usaha orang perorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, jumlah UKM hingga 2005 mencapai 42,4 juta unit lebih. Pemerintah Indonesia, membina UKM melalui Dinas Koperasi dan UKM, di masing-masing Provinsi atau Kabupaten/Kota.
2.2      Kriteria dari UKM
Batasan / Kriteria Usaha Kecil dan Menengah Menurut Beberapa Organisasi
Organisasi
Jenis Usaha
Keterangan Kriteria
Undang-Undang No. 9/1995 tentang Usaha Kecil Usaha Kecil Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan
  • Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar
  • Dimiliki oleh orang Indonesia
  • Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar
  • Boleh berbadan hukum, boleh tidak
Badan Pusat Statistik(BPS) Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar
Usaha Kecil Pekerja 5-19 orang
Usaha menengah Pekerha 20-99 orang
Menneg Koperasi & PKM Usaha Kecil (UU No. 9/1995) Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan
  • Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar
Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp. 200 - Rp. 10 Milyarn
Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir BI No. 31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin.
  • Dimiliki oleh keluarga Sumberdaya local dan Teknologi sederhana
  • Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry
Usaha Kecil (UU No. 9/1995) Aset < Rp. 200 Juta diluar tanah dan bangunan
  • Omzet tahunan < Rp. 1 Milyar
Menengah (SK Dir BI No. 30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997) Aset < Rp. 5 Milyar untuk sektor industri
  • Aset < Rp. 600 Juta diluar tanah dan bangunan. untuk sektor non industri manufacturing
  • Omzet tahunan < Rp. 3 Milyar
Bank Dunia Usaha Mikro Kecil-Menengah Pekerja < 20 Orang
  • Pekerja 20-150 orang
  • Aset < US$. 500 Ribu diluar tanah dan bangunan
2.3      Tujuan dan manfaat  dari UKM
            Program Pengembangan UKM melayani pengembangkan keterampilan kewirausahaan dan kemampuan untuk menjalankan usaha kecil dan menengah. Program ini melatih para peserta untuk:
♦  Menerapkan ketrampilan² kewirausahaan mereka
♦  Mengidentifikasi dan memilih proyek-proyek bisnis yang layak atau memperluas usaha yang ada dan,
♦ Secara hati-hati  mempersiapkan proposal perencanaan bisnis untuk di presentasikan ke lembaga-lembaga
   keuangan

Manfaat dari Program Pengembangan Usaha Kecil & Menengah
♦ Konsep-konsep kewirausahaan disampaikan melalui tindakan aksi belajar dan lapangan
♦ Peserta akan menyiapkan proposal proyek bisnis yang mewakili rencana bisnis mereka yang sebenarnya,
   yang diharapkan akan diterapkan setelah menyelesaikan pelatihan mereka
♦ Pelayanan tindak-lanjut  disediakan untuk para alumni (konsultasi, pemantauan, pelatihan teknik produksi
   dan fasilitas lainnya).
♦ Layanan informasi bisnis dan kontak dengan lembaga-lembaga lain / perusahaan serta bisnis antar koperasi.
♦ Kontak dengan lembaga keuangan atau instansi terkait lainnya yang menawarkan program-program bantuan
   yang lebih baik bagi usaha mikro, kecil dan menengah.

2.4       Prinsip / filosofi dalam Pengembangan UKM

           Para pelaku bisnis adalah agen membutuhkan kemampuan untuk memobilisasi modal, memanfaatkan sumber daya alam, menciptakan pasar dan mempertahankan bisnis mereka. Dia  mampu mengkombinasikan kekuatan,  kemampuan, kapasitas untuk mengelola sumber daya untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan menjadi kegiatan yang menguntungkan. Meskipun dikatakan bahwa pengusaha tidak diciptakan, juga disepakati bahwa pengusaha tidak dilahirkan sebagai seorang pengusaha. Fakta-fakta ini mengarahkan kita pada kenyataan bahwa para pengusaha yang mempunyai potensi dapat mempelajari bisnis, berorientasi, meningkatkan motivasi dan dirangsang untuk memulai bisnis. Demikian pula, orang-orang dengan potensi tertentu (akan menjadi pengusaha) harus diidentifikasi dan dikembangkan melalui pelatihan. Apalagi saat ini Indonesia sedang berupaya untuk mengatasi kondisi krisis pada saat ini, maka usaha- usaha skala kecil sangat membutuhkan kemampuan bertahan atau bahkan dikembangkan. 

BAB I

UPAYA PENGEMBANGAN
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       LATAR BELAKANG MASALAH
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survei dan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UKM terhadap PDB (tanpa migas) pada Tahun 1997 tercatat sebesar 62,71 persen dan pada Tahun 2002 kontribusinya meningkat menjadi 63,89 persen. Perbandingan komposisi PDB menurut kelompok usaha pada Tahun 1997 dan 2003. Kendati demikian, kondisi UKM tetap rawan karena keberpihakan bank yang rendah, pasar bebas yang mulai dibuka, serta terbatasnya kebijakan yang mendukung sektor usaha kecil. Sedangkan kontribusi usaha yang berskala besar pada Tahun 1997 hanya 37,29 persen dan pada Tahun 2002 turun lagi menjadi 36,11 persen. Jumlah unit UKM dalam 3 (tiga) tahun terakhir juga mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,5 persen tiap tahunnya. Pada Tahun 2002 tercatat sebanyak 38,7 juta dan pada Tahun 2004 sebanyak 42,4 juta usaha unit.
            Peningkatan jumlah unit usaha ini juga diikuti dengan kenaikan jumlah tenaga kerja disektor UKM. Pada Tahun 2004 jumlah pekerja di sektor UKM tercatat hampir 80 juta orang, dari jumlah tersebut sebanyak 70,3 juta diantaranya bekerja disektor usaha kecil dan sisanya disektor usaha menengah. Disadari akan begitu besarnya peran UKM dalam perekonomian nasional, maupun dalam penyerapan tenaga kerja dan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan, maka pemerintah melalui undang-undang No 5 tahun 1999, memberi batasan terhadap UKM yaitu untuk usaha kecil adalah usaha yang :
a.    memiliki kekayaan (aset) bersih 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
b.   Hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak 1 milyar,
c.   Milik warga Indonesia,
d.  Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan.
Dengan batasan tersebut, maka diharapkan peranan pemerintah maupun masyarakat perlu memberikan perhatian yang besar untuk mendorong pengembangannya. Pengembangan UKM
melalui pendekatan pemberdayaan usaha, perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya di masing-masing daerah, mengingat usaha kecil dan menengah pada umumnya tumbuh dari masyarakat secara langsung. Disamping itu upaya pengembangan UKM dengan mensinergikannya dengan industri besar melalui pola kemitraan, juga akan memperkuat struktur ekonomi baik nasional maupun daerah. Partisipasi pihak terkait atau stakeholders perlu terus ditumbuhkembangkan lainnya agar UKM betul-betul mampu berkiprah lebih besar lagi dalam perekonomian nasional.

1.2       PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan
yang akan dijadikan obyek penelitian adalah :
A. Faktor Internal
1.         Kurangnya Permodalan
2.         Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
3.         Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
B. Faktor Eksternal
1.         Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
2.         Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
3.         Implikasi Otonomi Daerah
4.         Implikasi Perdagangan Bebas
5.         Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek

1.3       TUJUN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
A. Faktor Internal
1.         Bantuan Permodalan
2.         Pengembangan Kemitraan
3.         Memantapkan Asosiasi
B. Faktor Eksternal
1.         Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusi
2.         Mengembangkan Kerjasama yang Setara
3.         Membentuk Lembaga Khusus
4.         Perlindungan Usaha
5.         Mengembangkan Promosi

1.4       KERANGKA PEMIKIRAN
1.4.1    Perkembangan Usaha kecil menengah (UKM)
            Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah
maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan era otonomi daerah dan pasar bebas.Perlu berpikir dalam skala global dan bertindak lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pengembangan UKM.
            Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan eknomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di Negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi PDB Menurut Kelompok Usaha pada Tahun 1997 dan 2003.
No.      Skala Usaha                  1997                           2003                 Pertumbuhan
1.         Usaha Mikro & Kecil              171.048 (40,45%)                   183.125  (41,11%)                  + 7,06%
2.             Usaha Menengah                    78.542  (17,41%)                    75.975  (16,61%)                    - 3,25%
3.             Usaha Besar                            183.673 (42,17%)                   185.352 (45,28%)                   +0,91 %
                                                                433.245  (100%)                     444.453  (100%)                     + 2,59%
Sumber : BPS dan Kementerian Koperasi & UKM (diolah)
UKM di negara berkembang, seperti di Indonesia, sering dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi dan sosial dalam negeri seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, proses pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan perdesaan, serta masalah urbanisasi. Perkembangan UKM diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya-upaya penanggulangan masalah-masalah tersebut di atas.
Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasi.
UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.
UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini.
1.4.2    ASPEK – ASPEK DALAM KINERJA UKM
Yaitu (1) nilai tambah, (2) unit usaha, tenaga kerja dan produktivitas, (3) nilai ekspor. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut;
1. Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun 2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bilai dirinci menurut skala usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2. Unit Usaha dan Tenaga Kerja
Pada tahun 2006 jumlah populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang.
3. Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun 2006.


Rabu, 03 November 2010

Tugas Review Jurnal


Tugas Review Jurnal
Review Jurnal 3
Tema                  : Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Judul                   : Penerapan Teknologi Sistem Informasi dan Teknologi
   Tepat Guna pada Usaha Kecil Menengah (UKM)
Pengarang          : Mohammad Abdul Mukhyi dan Mujiyana
Tahun Penulisan : 2008
Latar Belakang Masalah
Di Era Globalisasi saat ini dan dengan berkembangnya teknologi yang sangat pesat akhir-akhir ini memungkinkan para pelaku bisnis untuk melakukan pembuatan system informasi berbasis komputer, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis, khususnya untuk usaha kecil dan menengah (UKM).
Fenomena yang ada saat ini masih banyak UKM yang belum atau bahkan tidak menggunakan bantuan teknologi informasi, baik untuk menjalankan usaha maupun menggunakan teknologi yang tepat guna untuk menghasilkan suatu produk.
Tujuan Penelitian
  • Untuk mengetahui jenis teknologi yang sudah dan belum digunakan dalam mengembangkan komoditi unggulan agrobisnis di wilayah kawasan andalan Jawa Barat.
  • Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan penerapan teknologi tepat guna dalam mengembangkan komoditi unggulan agrobisnis di Jawa Barat.
Metodelogi
Variable : Variable yang diteliti pada penelitian ini terfokus pada tingkat Teknologi Tepat Guna pada UKM, yang ditambah dengan tingkat daya saing pada UKM.
Data : Data yang digunakan adalah data sekunder, yang berupa laporan dan informasi dari berbagai instansi dan departemen (BPS Pusat dan BPS Daerah, Departemen Perdagangan dan Industri, Dinas Perdagangan dan Industri Daerah Dati I dan II, Departemen Pertanian, Dinas Petanian Daerah Dati I dan II, serta instansi-instansi terkait lainnya).
Model Penelitian : Model penelitian disajikan dalam bentuk penjelasan, grafik, dan table, ditambah dengan sedikit perhitungan matematis  Model Bendavid (1991)
Hasil
Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa tingkat kontribusi margin masing-masing sektor dan subsektor Jawabarat dan Nasional sedang berada pada tahapan-tahapan industrialisasi, khususnya pada sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, yang artinya sudah dikelola dengan baik, dengan menggunakan teknologi yang relatif baik dan berkembang jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Dengan sumberdaya manusia yang berpendidikan menengah keatas, sudah mulai dilakukan efisiensi akan tetapi belum efektif. Sedangkan pada sektor-sektor lainnya kecuali sektor industri pengolahan berada dalam tahapan non-industrialisasi dengan teknologi yang sangat rendah.
Dan dalam hal Sistem Teknologi Informasi, ditemukan adanya perubahan teknologi pertanian yang dipengaruhi oleh faktor internal (pengalaman dan kebutuhan dari diri sendiri) dan faktor eksternal (kebijakan pemerintah, penyuluhan) perubahan teknologi pertanian berpengaruh terhadap keadaan sosial-ekonomi masyarakat, tetapi tidak merubah status sosial dalam adat istiadat. Terbatasnya teknologi yang tepat lokasi ini sangat berpengaruh kepada produktifitas komoditas pertanian pada umumnya, sehingga belum tercapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan yang sebenarnya berpotensi untuk memberikan hasil yang lebih banyak. Rendahnya produktifitas lahan ini ditandai oleh besarnya senjang hasil yang diperoleh ditingkat petani dengan hasil di tingkat penelitian.
Ada tiga komponen teknologi yang menyebabkan rendahnya produktifitas yaitu aplikasi teknologi budidaya yang masih rendah, penggunaan varitas yang kurang sesuai dengan kondisi lokalita, serta masih besarnya kehilangan hasil setelah panen. Terbatasnya teknologi berupa varitas lokalita dan besarnya kehilangan saat panen dan pasca panen merupakan indikator masih lemahnya pembinaan kepada petani serta minimmya peran daerah dalam menghasilkan teknologi.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian, peneliti menarik kesimpulan bahwa Propinsi Jawa Barat sesungguhnya memiliki potensi untuk mengembangkan UKM di bidang pertanian dengan berbagai peluang dan kesempatan yang ada, akan tetapi pengembangan dan pembinaan serta penyuluhan dari pihak-pihak terkait dirasa masih kurang.
Ditambah lagi Teknologi yang digunakan masih relatif sederhana dan penerapannya yang masih kurang tepat sasaran, hal ini karena regenerasi penyuluh tidak berjalan, minat petani terhadap teknologi dan mencari informasi masih lemah, karena penggunaan media informasi pertanian yang belum meluas.